Sabtu, 15 Maret 2008

KIAMAT SUDAH DEKAT
( Sebuah kesimpulan dari salah satu buku karya beliau Syekh Muhammad Hisyam Kabbani “KIAMAT MENDEKAT” The Approach of Armageddon ? )
SONGSONGLAH AKHIRAT !
JAGALAH DIRIMU !
Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk. (QS. 5 : 105)
Karena tidak mengerti dengan maksud ayat tersebut, seorang sahabat, Abu Umayyah Al-Sya’bani, bertanya kepada sahabat lainnya, Abu Tsa’labah Al-Khasyni, “Apa yang harus aku perbuat dengan ayat ini ?” Lalu Abu Tsa’labah mengunjungi Nabi SAW untuk meminta penjelasan tentang penafsiran ayat itu. Nabi SAW menjelaskan :
Suruhlah orang kepada kebaikan dan larang mereka dari kejahatan, hingga engkau menyaksikan orang jahat dipatuhi, hawa nafsu diikuti, dan dunia diutamakan. (Ketika itu terjadi) setiap orang akan bangga dengan pendapatnya masing-masing dan tidak suka diperintah orang lain. Pada saat itu, engkau harus menjaga dirimu sendiri dan mengabaikan masyarakat banyak dan yang mengikuti mereka. Karena sesungguhnya, pada hari-hari selanjutnya akan datang suatu masa yang menuntut keteguhan hati. Pada saat itu, siapa yang kokoh dalam kesabaran layaknya orang yang menggenggam bara api. Balasan mereka saat itu sebanding dengan balasan 50 orang yang melakukan hal serupa (saat itu).
Ketika menafsirkan ayat dimuka, Nabi memberikan nasihat penting untuk masa kita sekarang ini. Beliau mengingatkan kita untuk menjaga keselamatan diri sendiri. Inilah tanggung jawab yang telah ditetapkan Allah atas kita. Ayat Al-Qur’an berikut juga menggemakan pesan yang sama :
Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS 66 : 6)
Artinya, sebagai orang beriman, pertama-tama kita harus memikirkan nasib kita sendiri berkaitan dengan perbuatan kita, dan tidak perlu memikirkan perbuatan orang lain.
Perintah untuk memelihara diri sendiri bukan berarti bahwa kita tidak perlu memberi nasihat kepada orang lain. Jika tidak, maka itu akan bertolak belakang dengan makna yang sangat gamblang dari ungkapan “Suruhlah orang kepada kebaikan dan laranglah orang dari kejahatan”, yang diulang berkali-kali dalam Al-Qur’an. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang menjadi syarat pelaksanaannya. Hadis Nabi menyebutkan dua faktor.
Pertama, nasihat apapun yang diberikan harus dengan niat yang benar. Tidak diragukan lagi bahwa nasihat yang tulus tidak muncul dari niat untuk mempermalukan orang yang berbuat salah. Artinya, memperbaiki kesalahan tidak muncul dari sikap merasa benar sendiri. Alasannya sederhana. Jika sebuah nasihat muncul dari sikap merasa benar sendiri, maka nasihat itu tidak lagi tulus. Ibadah yang tulus adalah ibadah yang semata-mata sebagai pengabdian yang ikhlas karena Allah, bukan sebab niat lain. Ketika seseorang merasa lebih baik dari seseorang yang berbuat salah, maka ketulusan pengabdian seseorang menjadi sirna, sebab nasihatnya kepada orang lain hanya ditujukan untuk memuaskan rasa lebih unggul secara akhlaq ketimbang orang lain, bukan karena Allah semata.
Bila nasihat tersebut diberikan secara tulus, siapapun yang dinasihati akan mudah menerimanya dan menggunakannya untuk memperbaiki diri. Pasalnya, ketulusan selalu mengiringi cinta, dan cinta hampir selalu menyertakan kepatuhan. Inilah hukum dalam dunia spiritual. Oleh sebab itu, ketika seseorang yang dicintai memberikan nasihat, nasihat tersebut akan mudah diterima dan diikuti. Cinta membuat orang ingin mengikuti apa yang dinasihatkan, entah nasihat itu diminta atau tidak. Hanya dalam suasana penuh cinta, perbaikan akan benar-benar diperhatikan. Hanya dalam lingkungan penuh cinta, perintah kepada kebaikan dan larangan terhadap kejahatan bisa benar-benar efektif.
Disini kita mulai memahami rahasia mengapa para sahabat bisa segera meninggalkan kebiasaan dan perilaku buruk mereka setelah mendengar perintah Nabi. Rahasianya adalah kecintaan mereka kepada Rasulullah dan kepercayaan mereka kepada beliau. Cinta kepada Nabi SAW membuat hal itu bisa terjadi dan mengawali perbaikan akhlaq mereka. Nabi SAW mengilhami kecintaan yang begitu besar kepada para pengikutnya, sehingga perintah beliau mampu bertahan dari generasi ke generasi, bahkan jauh melampaui tiga generasi sholeh, yaitu sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin. Generasi mereka merupakan tiga generasi yang digambarkan Nabi SAW sebagai generasi-generasi terbaik.
Jadi, ketika Nabi SAW bersabda “Suruhlah orang kepada kebaikan dan laranglah orang dari kejahatan”, cinta dan iman menjadi kunci yang membuka hati orang untuk mengubah perilakunya dan mengikuti perintah Tuhan. Cinta, iman, dan rasa hormat harus tertanam dalam diri seseorang, jika kita menghendaki sebuah nasihat membuahkan hasil. Bila tidak ada rasa cinta dalam hati, semua upaya akan sia-sia belaka.
Nabi SAW memberikan syarat kedua yang membatasi upaya memerintahkan kebaikan dan mencegah kejahatan dengan ucapannya “hingga kamu menyaksikan orang jahat dipatuhi, hawa nafsu diikuti, dan dunia diutamakan”.
“Orang jahat” adalah terjemahan dari kata “syuhh” yang berarti orang yang sangat jahat (fusuuq) dan menyimpang, dan oleh sebab itu, menurut kategorisasi Al-Qur’an termasuk dalam kelompok “orang yang disesatkan”.
Orang semacam itu tidak pecaya adanya Tuhan, dan tidak tunduk kepada hukum Tuhan, atau hukum Islam, yaitu syariat. Ketika orang jahat itu menjadi panutan, masyarakat benar-benar telah terjerumus ke dalam kehidupan yang menyimpang. Dalam kondisi semacam itu, nasihat apapun tak akan dihiraukan. Jadi, perintah dalam hadis untuk “menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kejahatan“ ada batasnya. Menurut Nabi SAW, ayat Al-Qur’an tersebut menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh orang beriman pada saat seperti masa kita sekarang.
Menurut penjelasan Nabi, “Jagalah dirimu !” maksudnya janganlah terlibat dalam perselisihan tak bermanfaat, bercekcok, dan mengeluh. Ketika kamu “melihat orang jahat ditaati”, tidak akan ada yang berubah. Tidak akan ada orang yang mau mendengarkanmu, karena pada masa penuh kebingungan dan penyimpangan itu, hanya ada segelintir orang dalam masyarakat yang akan menerima ajakan berbuat baik dan larangan berbuat buruk. Orang-orang pada masa semacam itu tidak akan peduli dengan nasihat, dan mereka tidak bisa lagi diperbaiki, seperti halnya umat Nabi Nuh.
Disamping itu, Nabi SAW juga memberi batasan terhadap upaya menyuruh kepada kebaikan dan melarang kejahatan dengan syarat lainnya “hingga kamu menyaksikan … dunia diutamakan”. Artinya, kita harus menyuruh kepada kebaikan dan melarang kejahatan hingga kehidupan dunia benar-benar sangat kuat pengaruhnya dan orang semakin mencintainya, membelakangi Tuhan, berpegang pada kehidupan dunia meskipun dunia akan runtuh dan binasa, dan lalai terhadap kehidupan akhirat. Kondisi semacam itu akan menghalangi kekuatan perintah terhadap kebaikan dan menciptakan dinding yang menghambat pelaksanaan perintah tersebut.
Untuk memahami bagaimana batasan itu berlaku pada masa ini, cermatilah perbedaan antara masa ketika Al-Qur’an diwahyukan dan masa sekarang.
Pada masa Nabi, Umar memberikan separuh harta miliknya kepada Nabi SAW, dan Abu Bakr memberikan semua harta miliknya. Ketika Nabi SAW bertanya kepadanya tentang apa yang ia sisakan untuk keluarganya, Abu Bakr menjawab : “Allah dan Nabi-Nya”. Allah dan Nabi-Nya sudah cukup bagi para sahabat untuk mendorong kedermawanan mereka, sebab mereka beribadah hanya untuk Allah semata.
Sikap Abu Bakr dan Umar_orang –orang kaya dimsa itu­­_yang tidak terpedaya oleh kekayaan duniawi sangat bertolak belakang dengan sikap orang zaman sekarang ini yang berpegang erat-erat pada kekayaan mereka. Dewasa ini manusia sibuk mengejar kehidupan duniawi ; membangun rumah yang lebih megah, menambah jumlah saldo tabungan, memiliki lebih banyak mobil mewah, dan sebagainya. Kini, manusia (terutama orang-orang kaya) tidak sudi mengeluarkan hartanya untuk disumbangkan, meskipun sedikit saja. Mereka bahkan lalai membayar zakat, kewajiban atas setiap muslim sebagai bentuk penyucian harta. Setiap orang mencintai dunia sedemikian besar hingga menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sebenarnya, setiap saat dunia dapat musnah dan binasa.
Hadis dimuka berlanjut dengan ungkapan “dan hendaklah kalian mengabaikan masyarakat banyak dan yang mengikuti mereka”. Pada masa-masa penuh kekacauan, kita tidak perlu terlibat dalam kebingungan yang menjerat masyarakat. Jangan pedulikan berbagai organisasi, baik berlabel Islam atau bukan, yang berdebat dan mengkritik satu sama lain, dan hanya menciptakan persoalan baru. Orang-orang Islam datang ke negeri ini untuk mencari penghidupan dan perlindungan, bukan untuk mengacaukan masyarakat. Inilah satu-satunya jalan yang Insya Allah bisa menyelamatkan diri kita dan orang-orang yang kita cintai.
Hadis tersebut juga menyebutkan “Karena sesungguhnya, pada hari-hari selanjutnya akan datang suatu masa yang menuntut keteguhan hati”. Artinya, orang-orang kebanyakan harus memiliki kesabaran yang luar biasa. Disamping itu, tidak akan ada perubahan kecuali yang Allah kehendaki, seperti firman Allah yang berarti :
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. 13 : 11)
Para pemimpin Islam tidak dapat mengubah kondisi masyarakatnya karena mereka tidak mengabdi kepada Allah secara ikhlas. Sebaliknya, mereka justru bekerja untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka hanya menginginkan status pribadi dan kedudukan politik. Inilah kenyataan yang sedang kita hadapi saat ini diberbagai, jika bukan seluruh, komunitas Islam, bukan hanya di satu negara, tapi di seluruh dunia.
Meskipun demikian, hadis tersebut menawarkan kepada kita obat bagi penyakit masa kini itu. Dikatakan, “mereka yang kokoh dalam kesabaran akan menjadi seperti orang yang menggenggam bara api”. Menggenggam bara api, yaitu berpegang teguh pada agama dan iman, merupakan pertanda kesehatan spiritual pada masa-masa seperti itu. Bara tersebut akan menghanguskan daging kita. Namun, ungkapan metaforis tentang hangusnya daging akibat kesabaran kita merupakan satu-satunya obat yang dapat menyembuhkan penyakit yang menjangkiti diri kita pada masa modern ini.
Kita mungkin masih bertanya-tanya bagaimana kita bisa sampai pada kondisi semacam itu. Bagaimanapun, belum terlalu lama berselang, ilmu tertinggi adalah pengetahuan tentang Allah, Nabi dan Kitab-Nya. Di negeri-negeri Islam, pendidikan terbaik adalah pendidikan tentang Islam, dan tentu kurikulum utama semua pendidikan adalah pengetahuan keislaman. Kondisi ini berlangsung hingga dua atau tiga abad yang lampau.
Selama masa-masa itu, apakah orang-orang saat itu berbeda dengan orang-orang zaman sekarang ? Apakah mereka tidak menjalani hidup, makan dan minum seperti kita ? Apakah mereka tidak hidup bahagia dan senang seperti kita sekarang ? Mereka melakoni hidup hingga jangka waktu tertentu dan kemudian meninggal dunia seperti halnya manusia sekarang. Semua orang akan merasakan kematian ; tidak ada yang hidup kekal di dunia. Manusia zaman sekarang juga makan, minum, dan berkeluarga serta akhirnya meninggal dunia. Mungkinkah manusia menjadi ingkar kepada Tuhannya hanya karena kenyamanan kehidupan dunia modern ; karena kran yang menyalurkan air ke dalam rumah, ketersediaan listrik dan pengatur udara ? Lantas, apa sebenarnya yang berbeda antara abad ke-6 dan abad ke-21 ?.
Nabi SAW menjelaskan “setiap orang akan bangga dengan pendapatnya masing-masing”. Artinya, setiap orang senang dengan pendapatnya sendiri sehingga ia tidak mengakui bahwa pendapat orang lain mungkin juga berharga atau benar. Pada masa lalu, ketika seorang ulama memberikan pelajaran, tak akan ada seorangpun muridnya yang mengajukan protes atau mempertanyakan pelajaran yang diberikan. Mereka hanya akan mencatat dan mengingatnya. Mereka mungkin akan bertanya untuk minta penjelasan, tetapi berdebat dengan guru tidak diperkenankan.
Bandingkan pendekatan tradisional itu dengan sistem pendidikan modern sekarang. Dalam setiap kelas atau pelajaran kita temukan pendapat yang berbeda sebanyak jumlah orang didalam kelas. Ini berlaku bukan hanya dalam sebuah institusi pendidikan, namun pula pada institusi lain. Diberbagai forum, orang berkumpul untuk mengemukakan pendapat mereka dan terlibat dalam sebuah perdebatan, dimana masing-masing berkata kepada yang lain “Anda keliru !” sambil menganggap pendapatnya sebagai satu-satunya yang paling benar. Orang saling berdebat, berargumen dan akhirnya bertikai sebab tak ada yang menyetujui sebuah pendapat yang
kelihatannya akan menyingkirkan pendapatnya sendiri. Bahkan, seorang anak merasa bahwa dirinya lebih tahu ketimbang orang tuanya, dan tidak ada yang mau mengubah pendapatnya. Seorang suami tidak bisa menerima pendapat istrinya dan begitu pula sebaliknya. Tak ada orang yang mau mendengar pendapat orang lain. Dimana-mana kita menemukan sikap keras kepala dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan sosial-politik.
Perwujudan paling nyata dari prediksi Nabi bisa kita saksikan sehari-hari : talk show ditelevisi. Dua orang yang memiliki pendapat bertolak belakang tentang sebuah persoalan ditampilkan dalam sebuah perdebatan dimana para pemirsa diharapkan dapat sampai pada kesimpulan yang berimbang. Dengan menonjolkan perbedaan, bukan mencari titik persamaan, perdebatan argumentatif semakin meningkat, sedangkan solusi semakin menipis. Belum lagi dengan banyaknya pandangan yang dilontarkan oleh para hadirin, yang semakin menjauhkan pemirsa dari kesimpulan atau kesadaran yang bermakna. Penyajian dua pendapat yang sangat bertolak belakang itu tidak memberi tempat sedikitpun bagi sebuah diskusi atau pendekatan yang masuk akal, sehingga para pemirsa semakin bingung dan putus asa.
Cermati kembali perkataan Nabi SAW bahwa orang “tidak suka diperintah orang lain”. Artinya, ketika seorang pemimpin memberi perintah, perintahnya tak akan diikuti. Orang justru akan menentangnya. Jika seseorang mengangkat seorang pemimpin atau amir, dan mengucapkan sumpah setia (baiat), tetapi kemudian tidak menaati perintahnya, mengapa mereka mengangkatnya sebagai pemimpin mereka ? Mengapa mereka mengangkat seorang pemimpin dan kemudian menentangnya ?. Nabi SAW mengatakan kepada kita bahwa aturan dan perintah pemimpin akan ditolak sehingga masyarakat mengalami kekacauan. Tak ada lagi sikap hormat kepada pemimpin, tak ada lagi perlindungan terhadap hak seseorang, dan tak ada orang yang mengajukan keberatan terhadap kondisi tersebut.
Jika seseorang merampas uang atau harta kita, kita tak bisa mengambilnya kembali. Jika seseorang menyerang kita, kita tak bisa melindungi diri. Pada saat itu, kita tak dapat mengubah keadaan yang menimpa orang-orang lemah dan miskin, yang papa dan tak berdaya. Tiada yang bisa dilakukan untuk membantu mereka, karena yang kuat menguasai yang lemah. Hukum rimba telah berlaku.
Akhirnya, Nabi SAW bersabda “Balasan bagi mereka yang mampu berpegang teguh pada kesabaran saat itu sebanding dengan balasan 50 orang yang mengikuti jalanku dan berbuat seperti yang aku perbuat”. Artinya, siapapun yang dalam kondisi semacam itu dengan tetap menggenggam erat sunah Nabi, dan bersabar dalam memelihara diri serta keluarganya akan memperoleh balasan yang sebanding dengan ibadah 50 orang sholeh ; seperti shalat, puasa, zakat, haji, berdoa dan bekerja ikhlas karena Allah. Orang-orang Islam yang menjaga keluarga mereka agar tetap berada di jalan keshalehan dan tak terlibat dalam konflik sosial disekeliling mereka akan memperoleh balasan seperti itu.
Kini, penafsiran Nabi terhadap ayat dari Surat Al-Maidah itu semakin jelas bagi kita. Dengan sangat mengagumkan, beliau telah memprediksi situasi saat ini, ketika orang-orang dan ideologi yang menyimpang akan menjadi panutan. Beliau memprediksi bagaimana setiap orang akan sangat fanatik dengan pendapatnya, bagaimana aturan dan perintah pemimpin akan diabaikan, dan bagaimana kekacauan akan mengancam masyarakat. Beliau memprediksi bahwa para pemimpin masyarakat Islam akan meninggalkan kewajiban berbuat baik, dan secara terang-terangan akan memerintahkan hal-hal yang dilarang Allah, atau setidaknya mencampuradukkan yang halal dan yang haram, sehingga semakin menambah kekacauan dalam kehidupan sosial. Jadi, ketika Nabi SAW bersabda bahwa akan datang suatu masa ketika orang-orang jahat menjadi panutan dan orang-orang akan mengikuti mereka
dengan penuh semangat dan nafsu, kita menyaksikan bahwa sabdanya telah terbukti saat ini.
Allah menyandingkan nama Nabi dengan nama-Nya untuk menunjukkan keagungan Muhammad dalam sebuah ungkapan yang menjadi prasyarat keimanan : Laa ilaaha illaa Allaah, Muhammad Rasuul Allaah. Kita harus mengetahui bahwa ayat dan hadis yang memprediksi peristiwa-peristiwa di akhir zaman merupakan mukjizat Nabi dan membuktikan kesempurnaan ilmu Nabi yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Karena tanda-tanda akhir zaman terpampang didepan mata kita, di televisi dan di koran-koran, kita harus memerhatikan dengan seksama dan melaksanakan apa yang disarankan Nabi SAW. Mengabaikan petunjuk yang sangat jelas itu sama bodohnya dengan orang yang salah mengambil arah dijalan satu arah.
Terdapat beberapa hadis yang berkaitan dengan tanda-tanda akhir zaman yang sudah muncul, yang menunjukkan bahwa kita benar-benar sedang berada di akhir zaman.
Ibn ‘Affan meriwayatkan bahwa Qasiim ibn Ashbagh meriwayatkan bahwa ‘Awf meriwayatkan dari Abu al-Mughirah dari ‘Abd Allaah ibn ‘Amr yang berkata, “Tanah Arab pertama yang akan dimasuki Dajal adalah Basrah”
Hadis yang sama juga diriwayatkan dengan redaksi yang sedikit berbeda dalam Musnad Ahmad, sebagai penggalan dari sebuah hadis yang panjang dari ‘Utsman ibn al-‘Ash yang berkata,
…tanah Arab pertama yang akan dimasuki Dajal adalah tanah dimana dua sungai bertemu (yaitu Basrah).
‘Abd Allaah ibn al-Shaamit berkata, “Dua negeri yang mengalami kehancuran paling cepat adalah Basrah dan Mesir”. Aku berkata, “Apa penyebab kehancurannya, padahal ditengah-tengah mereka terdapat manusia-manusia terbaik dan orang-orang kaya ?” Ia menjawab, “Penyebab
kehancuran mereka adalah ‘pembunuhan merah’, yang akan mengakibatkan kelaparan : seolah-olah aku melihat Basrah seperti burung unta yang ambruk ke tanah”.
Istilah yang digunakan disini adalah al-qatl al-akhmar, yang berarti pertumpahan darah atau peperangan untuk “benda merah”. Dalam sumber-sumber Arab, emas sering kali dilukiskan sebagai “benda merah”. Namun, dari semua benda berwarna merah, yang paling jelas dan sering digunakan adalah api, yang dewasa ini banyak bersumber dari minyak : yaitu minyak bumi dan gas alam. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa sumber api tersebut akan menjadi penyebab hancurnya tanah Arab, yaitu minyak bumi.
Diriwayatkan bahwa ‘Ali ibn Abi Thaalib menggambarkan Basrah sebagai, “Negeri yang paling cepat mengalami kehancuran”.
Dari hadis-hadis diatas, dan hadis-hadis pada bagian “Api dari Hijaz”, kita dapat memahami bahwa pertempuran dan penghancuran hebat akan terjadi sebab satu tujuan-sesuatu yang kini sangat jelas bagi mereka yang menelusuri penjelasan hadis-hadis yang disebutkan oleh Nabi 1400 tahun yang lalu. Penyebabnya adalah minyak bumi. Seperti yang diprediksi oleh Nabi SAW, negeri pertama yang akan tumbang, ketika minyak bumi menjadi perhatian dan rebutan semua bangsa, ialah Basrah.
Pemahaman semacam itu tentunya akan menyebabkan orang-orang yang berakal menyadari bahwa apa yang diramalkan Nabi SAW telah terjadi saat ini, atau akan terjadi pada masa yang tidak akan lama lagi-namun Allah Yang Maha Mengetahui. Oleh karena itu, sudah selayaknya orang-orang yang berakal memerhatikan peringatan Nabi, memelihara diri, dan menghindari orang-orang yang berusaha menyeret orang maupun masyarakat ke dalam konflik.
Nabi Muhammad SAW mampu melihat kejadian-kejadian pada akhir zaman dengan ilmu yang dianugerahkan Allah kepada beliau. Dan sebab kecintaan kepada umatnya, hingga akhir zaman, beliau memberikan nasihat tentang apa yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman untuk menyelamatkan diri dan memperoleh balasan yang sangat besar di akhirat kelak.

Tidak ada komentar: